Friday, January 18, 2013

Solusi Banjir Jakarta: Biopori, Sumur Resapan, atau Deep Tunnel


Banjir yang terus menggenangi Jakarta tampaknya membuat Pak Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, kesal dan uring-uringan. Terowongan raksasa itu, di samping untuk mengatasi banjir di KL, sebagian dipakai juga untuk jalur kendaraan. 

Lantas, apakah ide-ide sederhana seperti pembuatan biopori dan sumur resapan tak bisa diimplementasikan untuk mengurangi banjir di Jakarta? Pertama, apakah pembangunan deep tunnel cocok di Jakarta yang secara geologis tanahnya lembek dan berpasir? Saya membayangkan, jika di setiap RT dan setiap tanah kosong pada jarak tertentu dibuat sumur resapan seperti itu --dengan panjang dan lebar yang disesuaikan dengan lokasi yang ada-- niscaya limpahan air hujan dapat terserap dan tidak menggenangi wilayah DKI.
Biaya pembuatan sumur resapan seperti itu juga tidak mahal. Biaya untuk satu sumur dengan lebar 3 meter dan kedalaman 4 meter sekitar Rp 4 juta. Apakah Jakarta masih kebanjiran dengan sumur resapan sebanyak itu? Biopori ini bisa dibuat di depan, samping, dan di belakang rumah. 

Mengatasi banjir di perkotaan dengan sumur resapan dan biopori mungkin sudah kurang populer dibandingkan dengan membuat deep tunnel raksasa dengan biaya gigantik. Ini mengingat tanah Jakarta dengan tekstur lumpur dan berpasir, yang mudah menyerap air. Apalagi jika warga yang membangun sumur resapan dan biopori itu mendapat insentif dari Pemda DKI.

Tidak hanya membangun ratusan ribu sumur resapan dan jutaan biopori, melainkan juga dapat membangun beberapa waduk di Depok dan Jakarta untuk menampung limpahan air hujan.

Dan, yang terpenting, pembangunan sumur resapan dan biopori --jika itu dianggarkan dalam APBD-- multiplier effect-nya terhadap perekonomian rakyat akan besar sekali. Jauh lebih besar ketimbang pembangunan deep tunnel yang menggunakan hi-tech. Dan yang untung hanya beberapa gelintir perusahaan besar.

0 comments:

Post a Comment