Bahan Berita

Ragam Berita Tanah Air Indonesia terpopuler, terbaru dan yang sedang terjadi

Saturday, February 23, 2013

Anas Tersangka, 'Twitland' Ramai Janji Gantung di Monas

Bahan Berita - Penetapan tersangka Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengundang reaksi para pengguna twitter.  

Kebanyakan warga twitland menyindir Anas soal janjinya untuk gantung diri di Monas jika terbukti korupsi.

Berdasarkan catatan RoL pada 9 Maret 2012, Anas memang sempat mengungkapkan, "Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas."

Janji ini pun ditanggapi beragam setelah Anas padaakhirnya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.

Seperti kicauan @arfibambani. Dia berkicau untuk @jokowi_do2, "Sepertinya perlu tambah pengamanan Monas, jangan sampai ada yang digantung di Monas".


Kicauan lainnya milik @GunRomli mengungkapkan, "Sudah ada yang memenuhi janji menutup akun twitter, apa Anas akan memenuhi janji digantung di Monas?"

Presenter televisi swasta Rossiana Silalahi berkomentar soal ramainya televisi yang menayangkan janji Anas untuk digantung dimonas. "Dan..pernyataan soal gantung di Monas akan segera diputar berulang2 pemirsah,"kicaunya lewat @RosiSilalahi.


Sumber : Republika.co.id

Anas urbaningrum Tersangka

Bahan Berita - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang. 

Juru bicara KPK, Johan Budi SP, mengungkapkan AU menjadi tersangka, karena adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proses pelaksanaan pembangunan pusat pelatihan pendidikan Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Disampaikannya, AU adalah mantan anggota DPR.

 "Berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan tadi, yang dihadiri pimpinan KPK dan tim perkara Hambalang, telah ditetapkan atas nama AU, mantan anggota DPR," ujar Johan di kantor KPK, Jakarta, Jumat (22/2).  AU diketahui sebagai Anas Urbaningrum.

Menurut Johan, AU ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 22 Februari 2013. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf A atau B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dikatakannya, ditemukan dua alat bukti yang cukup dan disimpulkan bahwa AU diduga melanggar pasal yang tadi sudah disampaikan.


Sumber : Republika.co.id

Wednesday, February 20, 2013

Tifatul: Jangan Lebay, Ridwan Hakim PKS Bukan Kabur

Bahan Berita - Kepergian Ridwan Hakim ke Turki sehari sebelum dicegah KPK menjadi sorotan. 

Anak Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin ini diduga tersangkut kasus impor daging sapi bersama mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. 

Namun politisi PKS Tifatul Sembiring menganggap lebay jika hal itu dibesar-besarkan.
"Nggak, jangan lebay juga temen-temen. Ridwan itu bukan kabur. Dia pergi sehari sebelum ada pencekalan. Dia biasa umroh lewat Turki," cetus Tifatul di Jakarta, Rabu (20/2/2013)

Tifatul menegaskan peran Ridwan tidak terlalu penting dalam kasus tersebut. Kendati begitu, PKS akan mengupayakan agar dia kembali ke Tanah Air.

"Dia bukan teroris, pembunuh. Dia itu dituduh menyambungkan seorang pengusaha impor daging dengan Kementerian Pertanian. Perannya di situ dan saksi. Dia baru anak-anak. Ini sedang berkomunikasi supaya Ridwan pulang," ujar Tifatul.
Kepergian Ridwan ke Turki, lanjut Tifatul, tidak ada unsur kesengajaan. Yang terjadi hanya faktor kebetulan saja. "Kecuali sebelumnya dicekal, terus dia lari, itu melarikan diri," jelasnya.
Tifatul memperkirakan kepergian Ridwan hanya untuk umrah semata. Ridwan kerap melakukan umrah melalui biro-biro perjalanan yang ada di sejumlah negara Timur Tengah.
"Umrah barangkali, saya juga belum cek. Kan umrah ada yang lewat Kairo, Istanbul, Dubai, ada paket-paket. Kemungkinan dia lewat sana," tukasnya.
KPK sebelumnya mengeluarkan surat cekal terhadap Ridwan Hakim kepada Ditjen Imigrasi pada Jumat 8 Februari. Namun Ridwan yang terkait kasus suap kuota daging impor sapi ini sudah terlebih dulu terbang ke Turki.(Ali)

Sumber : yahoo.com

Bupati dan Wali Kota Minta Naik Gaji

Bahan Berita - Para bupati dan wali kota se-Indonesia meminta kenaikan gaji kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Apalagi, hingga tiga tahun terakhir, janji adanya kenaikan gaji juga belum terealisasi.

Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Isran Noor, menyampaikan hal itu kepada Presiden SBY, dalam acara Rakernas IX Apkasi, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (20/2/2013). Presiden SBY hadir dalam acara ini.

"Pesan-pesan dari kawan-kawan para bupati sekaligus dari wali kota, minta disampaikan pada kesempatan ini. Mohon maaf dengan segala ampun, sudah tiga tahun lalu janji menaikkan gaji para bupati dan wali kota, tapi hingga kini belum," tutur Irsan.

Tanggung jawab para bupati dan wali kota, lanjutnya, cukup besar. Risikonya pun tinggi. Tapi, besaran gaji yang diterima para kepala daerah di kabupaten/kota masih relatif rendah. Apalagi, bila dibandingkan dengan gaji yang diperoleh anggota DPRD.

"Penerimaan dari negara jauh lebih rendah daripada anggota DPRD di kabupaten/kota. Mohon maaf Bapak Presiden, ini sebenarnya berat saya sampaikan. Tapi, karena amanah, apa boleh buat," ucap Irsan.
Berdasarkan data yang dikutip Kompas.com, gaji bupati sebesar Rp 6.746.363. Setelah dipotong pajak, nilainya menjadi Rp 6.170.600. 

Sementara, gaji wakil bupati Rp 5.774.242. Setelah dipotong pajak, gaji bersihnya menjadi Rp 5.322.800. Gaji bupati terdiri atas gaji pokok Rp 2.100.000, tunjangan istri Rp 210.000, tunjangan dua anak Rp 84.000, tunjangan jabatan Rp 3.780.000, tunjangan beras Rp 236.000, dan tunjangan PPh Rp 336.363.
Totalnya sebesar Rp 6.746.363. Setelah dipotong pihak ketiga dan PPh sebesar Rp 575.763, gaji bersihnya hanya Rp 6.170.600.

Gaji wakil bupati terdiri atas gaji pokok Rp 1.800.000, tunjangan istri Rp 180.000, tunjangan dua anak Rp 72.000, tunjangan jabatan Rp 3.240.000, tunjangan beras Rp 236.000, dan tunjangan PPh Rp 246.242.
Maka, gaji kotornya Rp 5.774.242. Setelah dipotong pihak ketiga dan PPh sebesar Rp 451.442, gaji wakil bupati Rp 5.322.800.

Setahun, gaji bersih bupati Rp 74.047.200, dan wakil bupati Rp 63.873.600. Menurut Kepala Dinas Pengelola Keuangan Daerah Tanto Walono, Senin (1/10/2012), gaji mereka diberikan setiap tanggal 1 per bulan, sama seperti PNS. Gaji mereka tergantung dari pendapatan asli daerah (PAD). (*)


Sumber : Tribunnews.com

Tuesday, February 19, 2013

TKI Rentan Kena Kanker dan HIV/AIDS

Bahan Berita - Koordinator Peduli Buruh Migran, Lily Pujiati mengungkapkan tenaga kerja Indonesia rentan menderita kanker dan HIV/AIDS saat bekerja di luar negeri. Selama setahun terakhir, banyak buruh migran yang dipulangkan menderita kanker.

Menurut Lily, ditemukan sebanyak 50-an buruh migran yang dipulangkan paksa ke Tanah Air menderita penyakit berat tersebut. Mereka kebanyakan bekerja di negara kawasan Timur Tengah. Penyebabnya diduga karena pola konsumsi yang tak sehat.


"Mereka banyak mengonsumsi makanan kaleng dan menderita depresi," kata Lily, Selasa 19 Februari 2013. Makanan tak sehat yang banyak dikonsumsi antara lain daging kaleng dan mie instan yang banyak mengandung bahan pengawet. Bahan berpengawet merangsang sel kanker.

Selain itu, para buruh migran mengalami depresi karena tak bisa berkomunikasi dengan keluarga. Apalagi, buruh migran yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga seringkali tak bisa keluar rumah dan menikati liburan. "Kadang mereka bekerja penuh waktu mulai pagi sampai malam," katanya.

Peduli Buruh Migran mendorong pemerintah memberikan perlindungan dan jaminan kesehatan bagi buruh migran. Dengan begitu mereka bisa bekerja optimal tanpa dihantui biaya perawatan kesehatan dan dipulangkan karena penyakit yang mengancan jiwa. "Tirulah Filipina, Pemerintah menangguh seluruh biaya, semua gratis," ujarnya.

Banyak buruh migran terjangkit penyakit yang menyerang kekebalan tubuh. Pada 2010 sebanyak 58 buruh migran dipulangkan karena menderita HIV/AIDS. Angka itu naik menjadi 66 orang pada 2011. Atas persoalan buruh migran di Indonesia, katanya, dijadualkan Amnesti Internasional bakal ke Indonesia.

Mereka turun, katanya, setelah menerima laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seperti diskriminasi berbasis gender, kekerasan fisik, psikologis dan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Mereka mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah nyata melindungi buruh migran. 

Staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari menjelaskan jika kadang penyakit kanker dan HIV/AIDS bisa jadi diderita sejak di Indonesia. Itu karena seringkali pemeriksaan kesehatan saat keberangkatan tak menyeluruh, tak menjangkau kanker dan HIV/AIDS. "Bisa juga penyakit kanker disebabkan cuaca estrem di Arab," katanya.

Selain itu, juga diduga ada petugas kesehatan nakal yang tak memeriksa atau memalsukan dokumen kesehatan. Untuk itu, ia merencanakan untuk memperketat pengawasan pemeriksaan kesehatan.

Sumber : liputan6.com

Monday, February 18, 2013

Ditolak banyak rumah sakit, bayi Dera meninggal

Bahan Berita - Setelah sepekan berjuang melawan penyakitnya, seorang bayi bernama Dera Nur Anggraini mengembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (16/2). Dera meninggal pada pukul 18.00 WIB di Rumah Sakit Zahira, Jakarta Selatan.

Dera yang lahir secara prematur meninggal akibat mengalami masalah dengan pernapasan karena ada kelainan pada kerongkongannya. Karena di rumah sakit tersebut tidak mempunyai alat memadai, dokter di Rumah Sakit Zahira menyarankan agar di rujuk ke rumah sakit lain.

"Sekarang Dera sudah dimakamkan Minggu kemarin enggak jauh dari rumah di Jalan Pribadi Pasar Minggu, Kompleks Jatipadang Baru, Jakarta Selatan," kata ayah Dera, Elias Setya Nugroho kepada merdeka.com, Senin (18/2).

Sebelum Dera meninggal, Elias sebenarnya sudah berusaha mencari rumah sakit rujukan lain. Ke RSCM, Fatmawati dan Rumah Sakit Harapan Kita, tapi tak ada satu pun rumah sakit itu menerima Dera.

"Sekarang tinggal adeknya. Karena ini lahiran kembar ya. Adeknya bernama Dara. Sekarang sudah dirujuk ke Rumah Sakit Umum (RSUD) Tarakan (Jakarta)," ujarnya.

Sumber: Merdeka.com

Hari ini, 27 orang bersaksi di sidang Rasyid Rajasa

Bahan Berita - M Rasyid Amrullah Rajasa, Putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa, akan menjalani sidang lanjutan terkait kasus kecelakaan di Tol Jagorawi KM 3+350 arah Bogor, yang menewaskan dua orang dan empat lainnya luka berat pada Minggu (1/1) lalu.

Sidang yang digelar Senin (18/2) beragendakan pemeriksaan saksi dari pihak korban maupun saksi ahli. Sidang rencananya digelar sekitar pukul 10.00 WIB.

Pada sidang sebelumnya Rasyid didakwa Pasal 310 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana selama enam tahun penjara.

Salah satu Jaksa penuntut umum (JPU), Soimah menjelaskan, sidang hari ini JPU akan mendatangkan 27 orang saksi yang akan hadir. Di antara 27 saksi itu, enam saksi yang akan dihadirkan yakni saksi ahli dan saksi teknis.

"Jumlah saksi seluruhnya ada 27 orang, di antaranya saksi fakta dan pidana dua orang, saksi teknis dua orang, dan dari RS Polri dua orang," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Senin (18/2).

Soimah mengatakan sidang hari ini rencananya kuasa hukum akan langsung menyampaikan pembelaan terkait ancaman pidana yang dijatuhkan kepada Rasyid, 

"Karena pihak Rasyid tidak mengajukan eksepsi pada sidang perdana, sidang langsung ditutup untuk dilanjutkan hari ini. Kemungkinan akan ada pembelaan dari kuasa hukum," lanjutnya.

Sidang sebelumnya yang digelar Kamis (14/2) lalu, Rasyid didakwa  Pasal 310 Ayat 4 Subsider Pasal 310 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana selama enam tahun penjara. Adapun dakwaan kedua yakni Pasal 310 Ayat 2 Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Rasyid ditetapkan sebagai tersangka pada kasus kecelakaan di tol Jagorawi KM 3+350 arah Bogor pada Selasa (1/1/2013) lalu, sekitar pukul 05.45 WIB. Mobil BMW X5 bernomor polisi B 272 HR yang dikemudikannya menabrak Daihatsu Luxio bernomor F 1622 CY dari belakang.

Akibatnya, dua penumpang Luxio tewas setelah terlempar keluar dari mobil, yakni Harun (57), dan seorang balita 14 bulan Muhammad Raihan. Selain itu, tiga orang lainnya mengalami luka-luka, yaitu Enung, Supriyati, dan Rifai. Adapun selama proses hukum berlangsung hingga kini, polisi maupun jaksa tidak melakukan penahanan.

Sumber: Merdeka.com

Friday, February 15, 2013

KPK Segera Periksa Menteri Suswono

Bahan Berita - Komisi Pemberantasan Korupsi melayangkan surat panggilan kepada Menteri Pertanian, Suswono, Kamis, 14 Februari 2013. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu diminta bersaksi dalam kasus pengurusan kuota impor daging pada Senin, 18 Februari 2013.

"Kami berharap yang bersangkutan memenuhi panggilan sesuai jadwal," ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P di kantornya, Kamis, 14 Februari 2013.

Johan mengatakan Suswono diminta bersaksi untuk Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Johan tak tahu keterkaitan Suswono dalam kasus ini.



"Yang pasti ada kaitan dengan materi kasus, tidak benar bila kami digiring pada konspirasi," ujarnya.

Kasus ini bermula saat KPK menangkap Ahmad Fathanah, orang dekat Lufhti, di Hotel Le Meredien, 29 Januari 2013 lalu. Ahmad diduga menerima duit Rp 1 miliar dari Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi, petinggi PT Indoguna. Belakangan diketahui duit itu ditujukan untuk Luthfi agar PT Indogama memperoleh kuota impor daging di Kementerian Pertanian.

Sumber Tempo di KPK menyebutkan Luthfi sempat berkomunikasi dengan Suswono beberapa jam sebelum Ahmad ditangkap. Suswono mengakui percapakan tersebut, namun membantah membahas soal aliran duit pengurusan kuota.

Sedang peremuan Luthfi, Suswono, dan Elizabeth Elin, pemilik PT Indoguna membahas kuota impor daging di Medan pada 11 Februari, oleh M Assegaf, Pengacara Luthfi Hasan Ishaaq, dibenarkan.


Sumber : tempo.co

Tuntutan Pembayaran Fee Kurator Rp 146 Miliar Diduga untuk Memeras Telkomsel

Bahan Berita - Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo mengatakan upaya menuntut pembayaran fee sebesar Rp 146,808 miliar dari Telkomsel sengaja dilakukan oleh oknum untuk pemerasan. Mereka memanfaatkan adanya Undang-undang Kepailitan, hal itu pun akan jadi preseden buruk.

"Kurator yang menuntut pembayaran fee dengan nilai sangat tidak wajar itu kasus yang sengaja dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan UU Kepailitan untuk memeras Telkomsel," kata Dradjad di Jakarta, Jumat(15/2/2013).

Saat ini kata Dradjad, banyak perusahaan yang dinyatakan pailit hanya karena hal-hal yang tidak masuk akal.
 
  Artinya kalau upaya pemerasan Telkomsel ini berhasil maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia usaha karena dengan mudahnya bagi seseorang untuk menggugat pailit suatu perusahaan hanya karena tagihan-tagihan yang nilainya kecil.
 
"Bukan hanya Telkomsel, tapi semua perusahaan akan selalu masuk dalam pusaran ancaman pailit," tegasnya.
   
Untuk kasus ini, Dradjad meminta Telkomsel melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa para kurator, dan Komisi Yudisial untuk mengawasi dan memonitor para hakim.
Semestinya lanjut Dradjad, sejak awal upaya pemailitan Telkomsel tidak terjadi kalau tidak ada oknum yang berusaha untuk melakukan pemerasan.
 
"Bayangkan dengan tagihan yang sangat kecil atau sekitar Rp5,260 miliar dibandingkan aset Telkomsel yang mencapai sekitar Rp 58,7 triliun, sangat tidak masuk akal bisa dipailitkan. Ini sangat merusak logika berpikir," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Hayono Isman mengatakan, perangkat hukum nasional harus berpihak kepada kepentingan nasional dalam konteks persaingan global.
 
"Perangkat hukum harus mencerminkan keberpihakannya kepada kepentingan nasional. Jangan justru melemahkan posisi pelaku usaha dalam konteks persaingan global," ujar Hayono.
   
Ia menambahkan, seharusnya aparat penegak hukum melihat konteks Telkomsel sebagai BUMN dan kontribusinya selama ini bagi kepentingan nasional.   

"Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi pailit pun harus dipertimbangkan dalam penetapan fee kurator itu," ujarnya.  

Ditekankannya, Telkomsel selama ini diandalkan untuk membangun akses broadband dan memiliki saham MERAH PUTIH sehingga sudah sewajarnya  mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum.
   
"Jika BUMN mendapatkan perlakuan seperti itu, akan menjadi contoh tidak baik bagi iklim investasi di Indonesia," katanya.
   
Ia menyarankan, tanpa bermaksud mengintervensi proses hukum, sebaiknya  Mahkamah Agung (MA) turun tangan melihat penetapan fee tersebut karena institusi ini juga yang mengabulkan kasasi pailit dari Telkomsel.
   
"Jika dibutuhkan Komisi Yudisial juga bisa mengeksaminasi penetapan yang dikeluarkan PN Niaga Jakarta Pusat. Ini semua demi transparansi dan kepastian hukum berusaha di Indonesia," sarannya.
   
Terakhir, kata Hayono jika kasus seperti ini berlarut, agenda Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bisa tidak sukses karena broadband adalah  salah satu andalan untuk meningkatkan GDP Indonesia di masa depan.

Untuk diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah  berdasarkan perhitungan 0,5% dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar  Rp 58.723 triliun. Hasil perkalian itu adalah   Rp. 293.616.135.000.
Angka sekitar Rp 293.616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI)  sehingga masing-masing dibebankan Rp. 146.808 miliar. Pola perhitungan itu menggunakan Permenkumham No 9/1998.

Sedangkan Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013.  Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp 2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp 5.160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
Berdasarkan catatan, kurator dalam kasus pailit Telkomsel adalah Feri S Samad, Edino Girsang, dan Mokhamad Sadikin.
Sedangkan hakim pemutus kasus pailit Telkomsel di PN Niaga adalah Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali. Majelis hakim yang sama juga yang menetapkan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan.

Sumber : Tribunnews.com